Oleh : Andes Nirvana Imandika
Penuh
dengan tawa. Penuh dengan keindahan. Penuh dengan keterpurukan. Penuh dengan
segala rasa yang bisa kita rasakan kemudian harinya. Itulah indahnya segala
keindahan yang kita rasakan saat kita memasuki masa-masa sekolah. Dengan segala
jurusan yang seharusnya adalah sama. Seperti yang selalu saya katakan dan
selalu saya kumandangkan ketika saya mendukung dan selalu men-support teman-teman saya “AKU,KAMU dan
DIA adalah sama. Tak ada yang harus ditindas, tak ada yang seharusnya
dikucilkan, tak ada yang seharusnya diasingkan, dan tak ada yang seharusnya
didiskriminasi.
Masa sekolah yang indah. Masa
sekolah yang bahagia. Masa sekolah yang harusnya dalam suka cita. Perjuangan
memang perlu. Pertahankan dan berbuat menjadi lebih baik dan semakin
berkembang, apakah itu harus dan selalu menjadi beban dalam menjurus kedalam
dunia pendidikan. Bidang lain saja sudah dikembangkan oleh system, mengapa
harus berfikir bagaimana ada dan tiada bidang tersebut harus dijunjung oleh
kaum tertindas?
Pertanyaan yang hanya saya simpan
dalam hati dan dalam tumpahan tinta berbentuk tulisan ini yang bisa saya
tandakan dan saya buat sebagai wadah saya. Dan saya tetap berterimakasih dengan
kertas-kertas yang telah merelakan hatinya untuk saya coret-coret dengan
sesuatu yang mungkin tidak berguna. Terimakasih kertas yang telah menemani
hidup saya dan peristiwa-peristiwa yang ada dalam Bahasa.
Rasa yang memang seharusnya indah.
Rasa yang seharusnya bahagia akan kejadian-kejadian yang memang untuk dirasa
indah. Dan rasa yang memang seharusnya selalu dan senantiasa memberikan kita
motivasi dan dukungan kini hampir punah dalam jurusan saya. Bahasa adalah
bagian dari hidup saya. Bahasa adalah jiwa kedua saya dan Bahasa adalah jurusan
yang menurut saya sangat sempurna. Tetapi, kadang saya merasakan bahwa
keindahan bahasa akan orang-orang terdekat dari bahasa kini hampir menghilang
bagai diterpa badai yang menggelinjing beberapa dan hampir seluruhnya.
Sekolah adalah sarana terpenting
dalam menempuh dunia luar yang akan membuka kita pada jati diri kita.
Pendidikan tidak seharusnya memihak, pendidikan tidak seharusnya mendelusupkan,
dan pendidikan tidak seharusnya memandang sebelah mata bidang yang telah
ditetapkan. Tidak seharusnya diasingkan dari bagian yang seharusnya ada.
Ada memang ada. Status terbukti
memang terbukti. Hanya saja sandiwara hebat dan professional yang menutupi
bidang yang seharusnya tidak ditutupkan. Anggap saja angin lalu. Ya, mungkin
semua itu akan terucap ketika kita mencoba untuk bertanya kenapa diskriminasi
itu ada. Dan memang takkan ada kejujuran dari pertanyaan tersebut. Dan memang
mencari kejujuran dari segala kejadian itu akan tertutup dengan kata-kata dan
pembual itu pasti akan cerdik.
Diskriminasi jurusan. Sudah terlalu mengganggu
saya dalam karya saya. Ketika saya membuat cerpen, ketika saya membuat puisi
dan ketika saya merenung, hal itu yang selalu terbayang dalam fikiran saya.
Diskriminasi membuat hidup saya hampa akan segala tangan yang seharusnya selalu
bekerja hingga jantung saya berdetak sekencang mungkin. Tetapi apa?
Diskriminasi yang membuat saya terhambat karena tidak sedikitpun orang yang
dapat melirik karya-karya yang seharusnya dapat diapresiasi secara kritis.
Putus asa dan harapan rapuh tak ada
dalam pikiran saya. Mencoba selalu membakar hati dan tubuh menjadi lebih
bersemangat untuk kembali memompa darah dan kembali menjadikan nafas yang
indah. Seperti itu yang dapat selalu menjadikan diri kita agar tidak pesimis.
Dan tak ada kata negative. Selalu berusaha, dan membuktikan bahwa kita sama.
Bahkan akulah orang yang seharusnya menjadi raja. Dan saya akan membuktikan
kata-kata yang selalu terucap dari saya. AKU, KAMU DAN DIA ADALAH SAMA. Dan
bahkan AKU-lah yang akan menjadi raja yang tak mengenal diskriminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar