bisnis

hate the betrayalman angry at the betrayal

badai dengan sejuta rasa pahit. Derai diatas derita yang bergelumit. Tangan menengadah seakan tak satupun dosa jatuh genit. Dan kelicikan sang iblis kembali menggerogot dengan sengit.

Tuhan menciptakan makhluk luar biasa. Dengan segala rasa yang tak kuasa. Tetapi tanpa sadar dia berkata. Bahwa dia adalah Tuhan didunia. Apa hak kamu untuk mengaku dengan rasa.

Hidup sempit seperti raga tak bertulang belakang. Dengan sengajanya kau menindas kedalam hutan belaka. Dengan sejuta ranting dalam jelaga. Serta duri dan jeruji yang menusuk raga.

Srigala kembali hadir. Berbulu domba dengan sidang tanpa dosa. Tidur saat keperluan menimpa. Tanpa sadar menerima gaji buta. Dan kau tetap kau sang Iblis. Penyibak rasa haus dahaga. Dengan sejuta tangan kau renggut hak-hak rakyat negara. Dan tanpa kau sadari kau memang Manusia pemakan Otak Manusia. Manusia tanpa kelamin yang memang harus diinjak diatas meja hijau.

Dan takkan ada lagi sidang dalam mimpi.
Takkan ada lagi rapat dengan ditemani tontonan nafsu tak sudi.
Dan takkan ada lagi penggerogot jiwa dan raga diri.

BIsNIS

Selasa, 06 Desember 2011

analisis puisi w.s. Rendra


Analisis Puisi
Tangis oleh W. S. Rendra

Ke mana larinya anak tercinta
yang diburu segenap penduduk kota?
Paman Doblang! Paman Doblang!

Ia lari membawa dosa
tangannya dilumari cemar noda
tangisnya menyusupi belukar di rimba.

Sejak semalam orang kota menembaki
dengan dendam tuntutan mati
dan ia lari membawa diri
Seluruh subuh, seluruh pagi.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Ke mana larinya anak tercinta
di padang lalang mana
di bukit kapur mana
mengapa tak lari di riba bunda?

Paman Doblang! Paman Doblang!
Pesankan padanya dengan angin kemarau
ibunya yang tua menunggu di dangau.

Kalau lebar nganga lukanya
mulut bunda „kan mengucupnya.

Kalau kotor warna jiwanya
ibu cuci di lubuk hati.
Cuma ibu yang bisa mengerti
ia membunuh tak dengan hati.

Kalau memang hauskan darah manusia
suruhlah minum darah ibunya.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Kataka, ibunya selalu berdoa.
Kalau ia kan mati jauh di rimba
suruh ingat marhum bapanya
yang di sorga, di imannya.

Dan di dangau ini ibunya menanti
dengan rambut putih dan debar hati.

Paman Doblang! Paman Doblang!
Kalau di rimba rembulan pudar duka
katakan, itulah wajah ibunya.

ANALISIS
Puisi ini menceritakan tentang seseorang yang dekat dengan sang pembunuh. Yang berdialog sendiri . dan memohon kepada Tuhan (paman doblang). Seseorang itu berharap agar pembunuh itu kembali ke desa nya kembali. Karena ibunya sakit-sakitan dan mencari dia kemana-mana. Ibunya cemas dan memikirkan bagaimana keadaan anaknya yang menghilang dari desa itu.
Seseorang tadi berdialog sendiri. Bahwa sang pembunuh tadi menghilang dengan tangan yang baru saja membunuh seseorang yang lain. Dan saat itu pembunuh itu mencoba digrebeg dan dikroyok oleh penduduk desa. Sehingga pembunuh itu berusaha lari dari desa nya. Sampai-sampai ibunya mengkhawatirkan keadaan sang anak itu tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BISNIS