Persahabatan adalah Bumbu dalam Menyusun dan Meraih
Asa
Oleh :
Andes Nirvana Imandika
Sifat, karakter,
kebiasaan, dan segala sesuatu yang menjadi salah satu ciri dari bangsa
merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh seluruh manusia. Setiap insan yang
hidup dalam planet bumi yang terus menggelorakan jiwa dan raga, segalanya akan
menjadi satu kemajuan yang efektif dalam berbagai kegiatan. Karakter adalah
salah satu bagian terpenting yang ada dalam relung manusia. Kebaikan dan segala
kekurangan adalah cermin menuju bagaimana bangsa itu sendiri. Entah bagaimana
cara bangsa dan negaranya membentak dalam arti kehidupan yang sebenarnya. Atau
hanya kehidupan yang maya akan segala sesuatu seperti cermin dalam segala
kedustaan. Karakter adalah titian ilmu pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill). Pengetahuan, juga tak akan berarti jika tidak
dilandasi dengan moral yang benar dan suci. Entah manusia memilih seperti yang bagaimana. Entah itu dalam kebaikan atau
dalam keburukan. Pengetahuan
tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan dan keterampilan tanpa
kesadaran diri akan menghancurkan. Karena itu, karakter menjadi prasyarat dasar.
Faktor yang mendorong adanya
karakteristik seseorang menjadi lebih buruk atau lebih sempurna adalah
bagaimana cara ia menjaga, bagaimana cara ia bergaul, dan bagaimana cara
melihat. Indera mata kita adalah alat yang paling menonjol dan cepat untuk
memasukkan dan mengirimkan salah satu pemikiran kepada alat pemacu segala
aktifitas kita. Yaitu otak. Jika kita melihat sesuatu yang positif, maka semua
itu akan menjadi positif dan jika kita melihat sesuatu hal yang negative.
Disitulah kita mendapatkan kehancuran yang amat berkeping-keping hingga lemah
hati kita menjadikan hidup dalam kepekaan pikiran yang berubah menjadi positif.
Sulit dan teramat sulit bagi kita membuat sesuatu menjadi segalanya positif.
Maka, pendidikan karakter itulah yang perlu diperluas dan diperbanyak menuju
kehidupan yang lebih positif dalam kebaikan.
Teknologi dan perkembangan zaman
sudah mulai pesat. Kehadiran IPTEK yang semakin melaju pesat membuat kita semua
tak sadar akan kekayaan teknologi. Kehadiran televisi kini sudah tak asing
lagi. Layar tancap kini telah di upgrade
menjadi bioskop yang tempat dan semuanya menjadi nyaman. Kembali hadir film yang
begitu menjadi pemacu pikiran kita agar menjadi insan yang positif. Kegigihan
dalam hidup. Kecerdasan yang mendasar dalam hati dan meresap dalam
lapisan-lapisan serta hingga mengalir melalu serambi dan bilik. Entah itu bilik
kanan, serambi kanan, bilik kiri, serambi kiri, atau bahkan keseluruh tubuh.
Segalanya ada dalam film yang dapat memotifasi kita dalam segala aktifitas kita
masing-masing.
Negeri Lima Menara (N5M) adalah
salah satu film karya bangsa Indonesia sendiri yang menjadi hidangan yang menurut
saya dapat menjadi teladan hidup kita menjadi semakin bertawakal, berdoa dan
berusaha, yang akan membawakan keberhasilan kepada kita. Film yang ber-genre religious ini dapat menjadi salah
satu cermin dalam kehidupan kita. Kegigihan, berusaha dalam melakukan sesuatu,
dan menanamkan segala impian dengan disiram doa dan tawakal akan menjadi buah
yang teramat matang dalam melaju kesuksesan. Film adaptasi dari novel yang
berjudul sama ini adalah novel karangan
dari Ahmad Fuadi. Dan sepertinya film ini sangat tepat seiring
didengung-dengungkannya kembali perlunya pendidikan karakter di Indonesia. Film
yang berlatar belakang pesantren Madani ini adalah bagian dari salah satu
pendidikan karakter dan penginstalasian moral-moral kepada pikiran setiap
manusia.
Keenam aktor Film ini
di perankan oleh aktor papan atas Gazza Zubizzaretha sebagai Alif (pemeran
utama),Ernest Samudera sebagai Said, Billy Sandi sebagai Baso, Rizki Ramdani
sebagai Atang,Aris Adnanda Putra sebagai Dulmadjid, Jiofani Lubis sebagai Raja
dan Ikang Fauzi sebagai Kiai Rai. Selain itu Film Negeri 5 Menara diperankan
pula oleh Doni Alamsyah, Andhika Pratama, David Chalik, Inez Tagor, Mario
Irwinsyah hingga pendatang baru seperti Eriska Rein dan Merayni Fauziah yang
ikut berperan dan menjadi pemeran dalam film ini.Dalam ini mengisahkan seorang
anak untuk dapat melanjutkan studinya di ITB ingin menjadi seperti BJ. Habibie.
Kini Indonesia telah beruntung memiliki
seorang sutradara yang bernama Affandi Abdul Rachman. Dan Dengan peranannya
itu, Affandi senang bisa menyampaikan pesan 'Man Jadda wa Jada' dari novel
terlaris dengan judul yang sama karya Ahmad Fuadi tersebut. itulah yang
menjadikan ucapan rasa syukur kepada tuhan karena telah menciptakan seorang
penulis yang sangat laris dalam semua tulisan-tulisannya.
Ahmad Fuadi, yang selama 37 tahun ini mendapat gelar penulis terlaris.
Indonesia kembali mendapat siraman rohani. Akhirnya setelah perjalanan panjang
dan segala persiapan mulai dari tulisan novel hingga casting yang berlangsung
selama tiga bulan telah mendapatkan hasil yang maksimal meskipun ada sedikit
komentar bahwa keenam bintang muda itu kurang mendapat chemistry yang kuat. Dan
beruntungnya pula adalah semua itu tertutupi dengan akting ciamik dari aktor
dan artis senior yang tidak asing di industri hiburan. Seperti Andhika Pratama,
Ikang Fawzi, David Chalik dan Mario Irwinsyah.
Cerita bermula dari Alif
(Gazza Zubizareta) yang tinggal di sebuah kampung kecil dipinggir danau
Maninjau, dia yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke luar tanah Minang harus
mengalahkan impiannya memenuhi keinginan sang bunda, Amak (Lulu Tobing) yang
menginginkan Alif masuk pesantren di pulau Jawa, dan berharap Alif bisa
bermanfaat bagi banyak orang. Seperti bung Hatta. Itulah yang diimpikan dari
sang Bunda sampai-sampai sang Bunda memasang bung Hatta dan Buya Hamka. Alif
pun mencoba menerima dengan setengah hati, dan menjalani keputusan orangtuanya
bersekolah di Pondok Madani, sebuah pesantren di sudut kota Ponorogo, Jawa
Timur. Cita-cita Alif dimentahkan oleh sang Bunda. Sebenranya Alif sangat ingin
bersekolah di Bandung dan berkuliah di ITB. Karena Alif sangat mengidolakan
sosok Habibie. Kepergian Alif ke pulau Jawa memulai petualangannya di pesantren
Madani. Alif yang lebih senang menyendiri semakin meremukkan semangatnya karena
peraturan yang sangat ketat. Namun seiring berjalannya waktu, alif mulai
bersahabat dengan teman sekamarnya, Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja
dari Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura. Berawal dari
kebiasaan berkumpul di bawah menara masjid, mereka berenam pun menamakan diri
'Sahibul Menara', alias Pemilik menara.Keenam sahabat ini memiliki impian
masing-masing dan bertekad meraihnya. Seperti Alif bertekad dapat mengunjungi
Amerika, Baso yang bertekad menghafal 30 Juz Al Quran sebelum lulus
Selain mengangkat pesan
moral dalam film ini, sutradara Affandi A Rachman juga menampilkan keindahan
panorama di kota Bukit Tinggi dan danau Maninjau, Sumatera Barat. Itulah
keunggulan dari sang sutradara agar tontonannya tidak membawakan kesan boring atau membosankan. Pemandangan
indah membuat kita menjadikan pikiran kita damai, tenang dan dapat lebih
mengenal alam dan seisinya.
Film yang berdurasi
kurang lebih 100 menit ini memiliki banyak kandungan ilmu serta pesan-pesan
yang sangat berharga. Cermin persahabatan yang membuat kita menjadi salah satu
dari semua orang yang paling beruntung jika kita dapat mempertahankan dan
menjaga persahabatan. Salah seorang tokoh pernah berkata “membuat dan
menghasilkan adalah hal yang sangat gampang, tetapi mempertahankan dan menjaga
keadaan agar menjadi lebih dan lebih itulah yang membuat kita terus berjuang
dan berusaha”. Dan pesan yang selalu disampaikan adalah
'Man Jadda wa Jada'. Pesan yang dikatakan kepada kepala Indonesia yaitu
Iskandar adalah “orang yang berada disamping kamu adalah saudara yang akan
menjadi orang terdekat kita. Dan ustadz Salman Ali telah memperagakan samurai
runcing yang sudah tidak tajam lagi. Maksud dari pemotongan kayu itu adalah
“bukan yang paling tajam yang dapat mematahkan kayu. Tetapi yang paling
bersungguh-sungguh itulah yang sebaik-baiknya”. Dan kata yang paling saya ingat
adalah kata-kata yang dikatakan oleh Andika Pratama, Jurnalis merubah dunia
menjadi kata-kata (Just sweat world with
word) dan saat itulah almamater Extrakulikuler jurnalis ada dipundak Alif.
Baso adalah sahabat terbaik Alif.
Dengan adegan yang sangat memberikan sentuhan persahabatan itulah yang dapat
menyentuh hati dan perasaan. Ketika Baso harus meninggalkan semua
teman-temannya. Karena Baso mendapat beban mengurus neneknya yang ada di
kampong halamannya. Baso yang terbebani karena kedua orang tuanya telah
meninggalkannya. Tragis dan segala kehidupan yang apa adanya membuat segala
perubahan sosok amatir menjadi seseorang yang sangat indah dalam kehidupannya.
Kejadian yang paling lucu dan
menggemaskan adalah ketika keenam orang dan dengan berbagai macam bahasa itu
kena hukuman dari sang pengatur yaitu Jaros. Telinga yang dijewer-jewer hingga
runtut parallel.
Kejadian dalam film yang menurut
saya sangat menarik dan sangat menyentuh hati saya adalah sosok seorang ayah.
Ketika berada di Bus. Yaitu ketika Alif mabuk perjalanan, ayahnya mengambilkan
wadah untuk menolong Alif, ketika Alif akan melaksanakan tes, ayahnya
menyediakan dan memperbaiki alat tulisnya, dan keharuan ayah ketika melihat
pengumuman bahwa Alif telah diterima di pondok. Ayahnya melantangkan ucapan
Allahuakbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar