CINTA DALAM
WADAH OBSERVATIF
Oleh : Andes Nirvana Imandika
(www.andesn.blogspot.com)
Kebersamaan
dalam suka duka menjadi hal yang akan tetap kekal. Tangan kita akan semakin
lengkap jika kita mencengkeram tangan seseorang yang rela untuk kita cengkeram.
Cinta dapat dijabarkan dari segi manapun kita mengartikan. Dan dari sudut
pandang manapun kita melihat. Teman akan menjadi sempurna apabila kita saling
mempercayai. Persahabatan akan lebih indah saat kita bersatu. Dan cinta akan
terus menyatukan kita apabila kita saling percaya, kebersatuan hati dan
kesetiaan akan dapat dijadikan semangat hidup sampai kita terbujur dalam liang
sempit yang akan tertutup dengan tanah merah. Dan film yang berjudul “DIBAWAH
LINDUNGAN KA’BAH” (DLK) telah membuktikan bagaimana berharganya sebuah
kepercayaan. Cinta, persahabatan, kasih sayang dan segala rasa yang indah telah
membentuk suatu kejadian yang benar-benar membuat raga menjadi melayang dan
selalu teringat akan kenikmatan surgawi dalam dunia. Cinta dan segala keindahan
lainnya.
Film
DLK yang didalangi seorang sutradara mahir yang memiliki nama Hanny R.Saputra
telah berhasil menyajikan suatu novel karangan Hamka yang berjudul sama. Cinta
memang selalu membumbui suatu karya sastra. Bukan hanya karya sastra, hal-hal
yang lain juga tak akan manis apabila tanpa rempah-rempah cinta yang begitu
meledak dalam hati kita. Film yang diperankan oleh Herjunot Ali sebagai Hamid.
Dan actor wanita Laudya
Cintya Bella menjadi anak sulung Haji Ja’far Zainab yang sudah cocok menjadi
pasangan yang lumayan menarik.
Visualisasi
film yang sedikit tidak match ketika film tersebut menampilkan iklan atau
sponsor yang telah mendukung dan men-support
acara tersebut. Mau bagaimana lagi
jika memang itu kehendak sang iklan jika memang produknya benar-benar harus
ditampilkan. Meskipun tidak logis bahwa di zaman yang masih kolot sudah ada
berbagai macam makanan yang siap saji dan tidak sulit untuk mencarinya. Harus
pintar-pintar mengemas bagaimana sang sutradara menempatkan momentum yang
begitu sulit untuk dimasukkan dalam adegan. Tetapi apa boleh buat jika memang
itu yang sebenarnya terjadi. Meskipun nampak aneh dan terkesan lucu nan khayal,
pada zaman seperti itu, terlihatlah suatu lelucon yang seharusnya tidak ada dan
sangat aneh jika itu ada.
Drama dimulai
saat anak sulung Haji Ja’far Zainab (Laudya Cintya Bella) merasakan hal yang
luar biasa dan sangat bergema dalam kehidupan yang begitu indah dalam ikatan
yang terhubung dalam segala aktifitas dan semua sel-sel dan bagian-bagian serta
celah-celah bagian tubuh dan merasakan jatuh hati terhadap Hamid, perasaan yang
sama pun sebenarnya dirasakan oleh Hamid. Namun karena perbedaan kasta dan
dibayangi utang budi, Ibu Hamid melarang anaknya untuk berharap memiliki
Zainab.Apalagi Zainab dijodohkan dengan Arifin (Ajun Perwira), putra Pak Rustam
(Leroy Osmani), kerabat jauh Haji Ja’far yang dianggap lebih setara status
sosialnya. Disinilah cerita ini memberikan satu nilai kebudayaan yang begitu
observatif dan sangat menjunjung tinggi satu nilai adat desa yang sakral dan
wajib diikutinya.
Cerita yang
sedikit berbelit dan kurang begitu menarik serta adegan-adegan yang susah untuk
ditebak apa maksud dari adegan tersebut memiliki sedikit nilai moral yang ada
dalam agama islam. Pacaran ala islami. Tanpa bersentuhan. Hanya ikatan batin
yang menjadikan satu rasa yang begitu mendalam dan sangat erat. Ketika
berlari-lari dan berdekatan dengan dibatasi satu dinding yang sangat besar
hingga tidak mengetahui batang hidung keduanya. Hanya berbisik dan berkata-kata
dalam hati. Mengirimkan satu tali cinta dalam menggugurkan dinding raksasa
dengan kekuatan cinta yang sangat kuat dalam kesetiaan dan kejujuran.
Alur yang flashback menggambarkan bahwa Hamid adalah seorang
lelaki yang benar-benar setia terhadap Zainab. Dengan sekian tahun lamanya dia
meninggalkan Zainab, Hamid masih terlalu mencintainya dan bercita-cita untuk
menikah dengannya. Cerita yang lumayan membosankan ini telah menjadikan kita
agar kita dapat masuk kedalam cerita dan adegan yagn sedikit tidak jelas.
Sehingga kita harus berfikir dengan secerdas-cerdasnya bagaimana cerita itu
yang sebenarnya. Mungkin saja ketika sang Sutradara ingin membuktikan bahwa
kesetiaan yang ada dalam cinta adalah sebaik-baiknya cinta. Hamid dan Zainab
yang saling jatuh cinta,memiliki berbagai cita-cita yang ingin dia gapai, dan
memiliki berbagi impian yang sama, yaitu tiap manusia bebas untuk mencintai dan
dicintai, dan impian untuk menunaikan ibadah haji.
Hamid pun melakukan segalanya demi
Zainab. Demi mewujudkan cinta mereka. Melewati berbagai halangan yang ingin
memisahkan mereka, mencoba membuka satu persatu belenggu yang mengatasnamakan
adat. Kejadian yang masih begitu kolotnya membuat segala hal menjadi runyam.
Dan segala cinta akan pergi begitu saja dihadapan kita. Bahkan ketika
keinginannya untuk meminang Zainab pupus, keinginannya untuk mewujudkan
impiannya dan impian Zainab pergi ke Ka’bah tetap diperjuangkannya.
Ya, Hamid
berjuang pergi ke Mekah demi Zainab. Dan Zainab berjuang mempertahankan cintanya
demi Hamid. Sungguh tragedi yang sampai saat ini telah menjadikan suatu
motivasi bahwa kesetiaan cinta memang dibutuhkan tanpa ada satu rasa yang ingin
melicikkan diri sebagai salah satu pengecut dunia. Selingkuh, memadu, dan
mendua, memang tak nalar jika itu memang benar-benar lelaki yang sejati pada
dirinya. Bukan sang pengecut yang suka main belakang. Bukan seseorang pemakan
darah daging manusia lain. Bukan kanibal yang menghisap darah pada tulang
sumsum manusia itu sendiri. Dan bukan memakan hak milik orang lain. Itulah
sesungguhnya memang fakta dari segala yang ada dalam dunia kita. Dunia sesuram
Koran yang seharusnya menjadi putih. Bukan menjadikan lebih kusut dan dijual
dan diperdagangkan. Dunia bukan untuk dimonopoli. Tetapi dunia untuk dirawat. Cinta,
kasih, dan sayang akan tetap ada pada diri manusia yang benar-benar bersih.
Benar-benar suci. Dan itulah sebaik-baiknya manusia yang bisa menjaga
kepercayaan orang lain dan menghargai kepercayaan orang lain.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar